Bread Crumb - Jenny Annissa
Judul : Bread Crumb
Penulis : Jenny Annissa
Penerbit : PT Elex Media Komputindo
Jumlah Halaman : x + 498 hlm
2018
Avissa
Mungkin ini tidak sulit jika dia tertarik denganku. Meminta bantuan pada pria yang menaruh perhatian, jauh lebih mudah. Aku tak perlu menjanjikan apa pun sebagai balas budi, sebab mereka melakukannya dengan senang hati, selama bisa berada di dekatku.
Ian
Ini gue lagi nggak salah dengar? Ei mengajak gue ke nikahan abangnya Aura? Ini bisa dikategorikan sebagai sesuatu yang langka!
Avissa, si bintang popular sejak SMA, merupakan gadis pujaan Ian sampai sekarang. Suatu hari, Ei-panggilan khusus untuk Avissa yang dibuat Ian-meminta untuk menemaninya pergi ke resepsi pernikahan Alpha, mantan pacar Avissa. Sebuah kesempatan emas bagi Ian... atau Ei hanya memanfaatkannya?
☘☘☘☘☘
Avissa
Gadis berparas cantik yang selalu menjadi pusat perhatian. Pekerja keras dan menjadikan pekerjaan sebagai pengalih pikirannya. Gadis yang terlihat penuh rasa percaya diri, namun sebenarnya sangat rapuh. Belum bisa move on dari cinta pertamanya selama beberapa tahun dan masih berharap cinta pertamanya akan kembali padanya. Namun, sayangnya pria yang ia cintai, mencintai orang lain.
Ian
Pria yang sangat mencintai keluarganya dan tidak segan untuk bermanja ria pada sang ibu, penuh pertimbangan dan tidak menonjol saat duduk di bangku sekolah, memendam rasa cinta pada Avissa sejak zaman SMA hingga saat ini. Dan tidak melakukan pergerakan sedikitpun untuk mendekati Avissa.
Wah dua-duanya belum bisa move on nih. Yang satu pada cinta pertama, yang satu kisah cinta yang tak sampai. Yang satu masih mengharapkan cinta pertamanya kembali, yang satu mengharapkan gadis impiannya melirik dirinya. Bagaimana kisah mereka?
Ian memendam perasaan pada Ei - panggilan kesayangan Ian untuk Avissa. Bahkan, hingga beberapa tahun setelah mereka lulus SMA pun, rasa itu masih ada. Ian dihadapkan pada dilema apakah ia akan datang pada reuni sekolah atau tidak. Di satu sisi ia merasa malas untuk bersosialisasi dengan teman sekolahnya dulu dan akan lebih nyaman jika me time di rumah. Di satu sisi, ada kemungkinan Ian bisa bertemu dengan Ei a.k.a Avissa, meskipun beberapa reuni terakhir, Avissa tidak muncul.
Kedatangannya dalam reuni kali ini berbuah manis, Avissa muncul. Walaupun ia tidak datang sendiri, setidaknya Ian merasa senang dapat melihat langsung Avissa. Mungkin diibaratkan dengan judul lagu, mungkin Ian memasang wajah 'Aku Rapopo' πΆπ΅
It's ok wae mbak. It's ok wae.
Aku rapopo, aku rapopo, aku rapopo π✌
Avissa ternyata tidak mengingat Ian sebagai teman sekolahnya dulu. Namun, mereka berdua dipertemukan lagi saat Ian dipinta sebagai salah satu vendor pernikahan Alpha- kakak Aura. Aura adalah salah satu sahabat Avissa. Dannnnnn.. Alpha ternyata mantan Avissa. Avissa masih berharap Alpha akan kembali padanya, meskipun sudah putus empat tahun yang lalu. Avissa terkejut mengetahui Alpha yang akan segera menikah, namun ia ingin menunjukkan kepada semua orang terutama Alpha, bahwa ia baik-baik saja. Hingga akhirnya Avissa terpikir untuk meminta pertolongan Ian untuk menjadi partner untuk menghadiri pernikahan Alpha.
Menurut kamu gimana reaksi Ian saat tiba-tiba Avissa muncul di toko roti miliknya dan mengajak dirinya pergi bersama?
a. Langsung mengiyakan.
b. Tolak karena gengsi.
c. Terkejoedh hingga terpaku tak dapat berkata-kata.
Avissa berjinjit kemudian melepaskan sebuah kecupan di pipi Ian.
Terus karena adegan ini, aku yang senyum-senyum kesenangan. Mungkin karena berpikir akhirnya langkah Ian sedikit terbuka. Sayang, oh sayang, itu semua hanya sebagai ucapan terima kasih Avissa untuk Ian yang sudah bersedia menjadi partner di pernikahan Alpha, bahkan tidak sedikit pun bertanya alasan Avissa meminta Ian menjadi partner. Sedikit kecurigaan mulai menyeruak dalam diri Ian, namun ia pendam.
Kesal juga sama Avissa yang jadi terkesan memberikan harapan palsu kan kalau gitu jadinya. Sudah deh, Ian buat aku aja ✌
Awalnya, niat Avissa hanya akan meminta pertolongan pada Ian satu kali dan setelah itu akan putus hubungan alias mengambil langkah seribu dari Ian. Tidak ingin Ian menaruh hati padanya. Namun, lagi-lagi dirinya melangkah menemui Ian ataupun menghubungi Ian untuk meminta bantuan Ian di saat Avissa butuh bantuan. Menjadi partner ke pernikahan Alpha - sang mantan, saat Avissa menangisi Alpha, saat Avissa ingin lepas dari Audra - pria yang berusaha untuk mendekati Avissa.
Apa pada akhirnya hubungan mereka akan naik level? Bukan hanya sekedar teman atau tempat Avissa meminta bantuan? Atau pada akhirnya, Avissa benar-benar mengambil langkah seribu dari Ian?
"Terkadang, ketakutan perlu dihadapi, karena ada ketakutan yang benar-benar mengerikan, tapi ada pula ketakutan yang disebabkan asumsi kita pribadi." (hlm 228)
Tekanan dari sikap Valdis - teman dari Avissa, yang sepertinya tidak menyukai keberadaan Ian. Tekanan dari Aura ditambah Firez - sepupu Avissa, membuat Ian semakin merasa kecil. Merasa tidak ada celah untuknya di hati Avissa.
"Ei, apa aku memang harus melepaskanmu?" (hlm 279)
Menggunakan sudut pandang orang pertama dari kedua tokoh utama, yakni Ian dan Avissa. Penggunaan sudut pandang dari kedua tokoh tersebut membuat aku sebagai pembaca merasa larut dalam kisahnya, karena diajak menyelami sudut pandang Ian dan Avissa.
Alur bergerak maju, hanya di bagian awal beberapa kali di ajak mundur sedikit, jalan cerita bergerak lambat (atau bisa dibilang sangat mendetail dalam menjabarkan adegan per adegan) dan lebih berpusat pada kisah Ian dan Avissa. Tapi cara penulis menyampaikannya membuat tidak terasa saat membacanya meskipun novel ini terhitung tebal. π
Setting tempat dan waktu dijelaskan dengan cukup baik. Tidak ada kesulitan atau kebingungan saat membacanya.
Konflik di dalamnya terhitung tidak terlalu berat, tapi cukup bikin naik darah dengan kedua tokoh di dalamnya. Yang wanita, karena masa lalunya justru menutup pintu hati dan membentengi diri, yang pria akhirnya sedikit berani berusaha namun mudah menyerah, setelah bertahun-tahun memendamnya. Artinya penulis berhasil membuat pembaca larut dalam kisahnya. Dan menurutku karakter di dalamnya jadi terkesan nyata.
Novel ini ingin menunjukkan komunikasi diperlukan dalam menjalin hubungan dan jangan terjebak dalam asumsi-asumsi yang diciptakan diri sendiri.
"Apa benar-benar nggak ada kesempatan untuk kita?" (hlm 303)
Bread Crumb, selesai!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar