Rabu, 01 Agustus 2018

Review Novel Negeri Para Roh - Rosi L. Simamora

Negeri Para Roh - Rosi L. Simamora



Halo semuanya.. Kalau yang follow Instagram aku, pasti sudah lihat postingan aku tentang karya Rosi L. Simamora yang satu ini. Aku sangat excited sekali mendapat kesempatan untuk dapat membaca karya beliau yang satu ini. Aku berhasil larut di dalam kisah ini seperti aku turut serta menyaksikan semua yang terjadi di dalamnya. 

Novel yang satu ini didasarkan pada kisah nyata Dody Johanjaya - salah satu kru Jejak Petualang. Jadi sebagian besar kisah di dalamnya ini menggambarkan kejadian yang terjadi pada saat kejadiaan naas menimpa kru Jejak Petualang pada tahun 2006. Tapi tentu saja, kisah ini sudah dikembangkan. Baik dari segi tokoh dan kisah di seputar para tokohnya untuk memberikan warna pada cerita.

Tanpa panjang lebar lagi, mari kita intip blurb-nya terlebih dahulu yuk.

Judul : Negeri Para Roh

Penulis : Rosi L. Simamora
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman : 288 hlm
2015

Pada tanggal 6 Juni 2006, longboat berpenumpang lima kru sebuah stasiun televisi berangkat dari Agats menuju Timika. Mereka adalah Senna, Totopras, Sambudi, Bagus, dan Hara.

Belum lagi tengah hari, laut sekonyong mengganas dan longboat terbalik. Berbekal dry box berukuran lima puluh sentimeter persegi, empat dari mereka harus bertahan di tengah amukan Laut Arafuru. Yang seorang lagi terpisah bersama tiga awak perahu, terseret arus ke arah berlawanan.

Negeri Para Roh adalah kisah tentang kelima kru itu. Di negeri itu mereka belajar mengenal manusia Asmat dan relung-relung ritualnya yang purba. Mereka juga menyaksikan bagaimana roh-roh leluhur dihormati dan sekaligus ditakuti, terus diingat dalam patung-patung ukiran, namun juga dibujuk pergi dan diantar ke dunia abadi di balik tempat matahari terbenam.

Bukan itu saja. Di Negeri Para Roh itu pula Senna akhirnya belajar melepaskan, Totopras mengalami Tuhan, Sambudi mencoba merekatkan kembali dirinya yang retak, dan Bagus mendapat keberanian untuk menyatakan cintanya. Dan Hara? Ia menemukan dirinya sendiri.

Namun. Selamatkah mereka?

⚜⚜⚜⚜⚜


Sebelum aku bahas lebih lanjut, mari kita mengenal para tokoh yang ada di dalamnya. Mereka berlima yang tergabung dalam tim Petualang (dalam kisah novel ini).

Senna : ketua tim Petualang, pencetus program Petualang yang menempati rating teratas dunia pertelevisian selama beberapa tahun, orang pertama yang menuju lokasi pengambilan gambar agar perjalanan mulus, tegas dalam mengambil keputusan.

Totopras : penguasa lapangan dalam tim, asisten, tangan kanan Senna, reporter, mudah sekali khawatir akibat pikiran-pikirannya yang rumit.

Sambudi : cameramen senior, penganut logika dan pembenci semua yang ada di luar logika, punya kecenderungan untuk membantah dan mendebat, perfeksionis, tidak sabaran, emosional, tepat waktu dan entah mengapa terlihat sangat tidak menyukai Hara.

Bagus : cameramen ke-2, anggota termuda kedua setelah Hara, awalnya canggung dengan Hara, namun pada saat perjalanan pulang menjadi sangat akrab dengan Hara seperti sudah mengenal selama tahunan.

Hara : presenter, anggota termuda dalam tim, ingin membuktikkan sesuatu dan terlihat takut pada Sambudi namun terkadang seperti memperhatikannya.

Kisah perjalanan mereka berlima saat meliput di Agats dibahas di dalam novel ini.



Pulang. Dalam setiap perjalanan, pasti akan berakhir dengan kata 'pulang'.

"Itu sebab kita pulang. Pada orang - orang yang mengingat kita. Pada orang - orang yang kita ingat. Membuktikan sekali lagi bahwa di hati mereka paling tidak kita abadi." (hlm 34)

Begitu pula dengan perjalan tim Petualang di Agats yang sudah menemui akhirnya. Mereka sudah rindu pada kerabat mereka. Mereka memutuskan untuk pulang dan tidak mengindahkan peringatan dari dukun di sana yang memperingatkan salah satu dari mereka. Untuk pulang, mereka harus menyebrang dari Agats menuju Timika terlebih dahulu.

"Jangan pulang lewat air, di sana takdir telah menunggu." (hlm 190)

Rencana Tuhan dan rahasia alam tidak ada yang pernah tahu. Cuaca yang awalnya terlihat cerah, perlahan namun pasti, tanpa disadari berubah.

Ombak menari dengan lincah, membuat perahu yang mereka tumpangi ikut menari mengikuti liukan tarian sang ombak. Sedikit demi sedikit, air laut mengisi longboat yang mereka tumpangi.

Cukup satu hantaman ombak besar untuk mengisi setengah longboat, yang membuat mereka berlima beserta kru longboat yang hanya diisi oleh mereka berlima dan 3 kru longboat, segera menumpahkan kembali air laut ke asalnya.

Tidak cukup sampai di sana, ombak besar kedua kembali datang menghantam dan berhasil memuntahkan semua yang ada di dalam longboat tersebut ke laut.

Satu menit yang lalu, mereka masih tertawa & bergurau. Di menit berikutnya, mereka semua ditampar dengan kenyataan ganasnya ombak laut yang memporak-porandakan.

Senna, Hara, Totopras, dan Sambudi terpisah dengan Bagus dan ketiga kru longboat. Mereka berempat hanya bertumpu pada drybox yang kebetulan mengapung di dekat mereka. Sedangkan Bagus yang berhasil naik ke atas longboat yang terbalik bersama para kru longboat, sudah menghilang karena ombak kencang yang belum berhenti menari dengan semangat.

Ada tatapan yang tak terbaca saat melihat Bagus yang terlihat datar, namun menenangkan. Seakan ia berujar semuanya akan baik-baik saja.

Harapan mereka berempat hanyalah mereka segera bertemu dengan daratan atau Bagus mengirim tim SAR begitu sudah sampai daratan. Senna yakin Bagus pasti selamat, apalagi Bagus bersama pelaut tangguh dan arus ombak membawa mereka ke arah daratan.

Yang perlu mereka berempat pikirkan adalah bagaimana bisa bertahan hingga tim SAR datang menyelamatkan mereka. Karena selain kondisi alam yang tidak bersahabat, mereka harus bersiap menghadapi rasa lelah, dehidrasi, hipotermia, dan...
Hiu...
"Aku akan pulang. Janji ..." (hlm 185)
Perjuangan mereka berempat tidaklah mudah. Setelah menghabiskan hampir 24 jam terombang-ambing di lautan, mereka melihat titik hitam di kejauhan. Semangat mereka kembali terpacu, dengan penuh kekuatan mereka berenang dan menghampirinya. Hanya saja mereka menemukan pasir gosong, yang hanya tinggal menunggu waktu saja, akan kembali tenggelam jika air laut kembali pasang. Mental mereka kembali teruji. 

Hara menyerah, ia tak sanggup. Sedangkan Sambudi justru terpacu emosinya dan menyerang Hara dengan ucapannya. Setelah berhasil membujuk dan meyakinkan Hara untuk kembali berenang dan berpindah ke titik hitam yang mereka lihat, dengan harapan itu adalah daratan. Bukan hanya lumpur atau yang lebih parahnya daratan tempat buaya tinggal. 

Berenang selama beberapa jam, akhirnya mereka tiba di pulau tersebut. Mereka bersyukur bahwa tempat yang mereka tuju adalah daratan, bukan lumpur. Tapi mereka masih dihadapkan pada rasa lelah, dehidrasi, rasa lapar, dan sebagainya. 

Apakah mereka berempat dapat bertahan di pulau tak berpenghuni tersebut? Akankah mereka semua selamat?

Baca novelnya gengs. Ini adalah salah satu novel di luar genre Romance yang biasa aku baca, dan novel ini seperti angin segar buat aku. Yang biasa aku takutkan kalau membaca di luar genre favorit adalah akan sulit untuk mencerna ataupun menikmatinya. Tapi novel ini berhasil membuatku terduduk dan merasakan ketegangan, ketakutan namun penasaran untuk tahu apa yang terjadi selanjutnya.

Membaca novel ini, aku rasanya sudah diajak pergi berpetualang ke Agats dan mengetahui perjuangan para tim Petualang saat mereka terdampar di pulau kosong hanya dengan membaca novel ini.



Alurnya bergerak maju mundur dan jalan cerita terasa pas untuk menjelaskan kisah ini. Didukung dengan setting waktu yang mendetail karena dibagi menjadi tiga bagian. Tahun 2015, 2006 sebelum peristiwa naas tersebut dan 2006 saat peristiwa tersebut terjadi. Perpaduannya luar biasa, dan sama sekali tidak bingung membacanya meskipun bergerak maju mundur.
Setting tempat utama di Agats dan Laut Arafuru.

Sudut pandang yang digunakan kebanyakan adalah sudut pandang orang pertama yakni Senna dan sudut pandang orang ketiga. Namun juga ada sudut pandang dari Totopras, Sambudi, dan Hara.

Cara penulisannya sungguh luar biasa, sehingga berhasil dibawa larut di dalamnya.

Lay out-nya cantik, motif khas etnik Papua menghiasi di dalamnya. Dan setiap chapter dibuka dengan quote-quote yang menarik.

Pola pikir, kultur budaya Suku Asmat dijelaskan dengan sangat baik. Didukung dengan legenda dari suku Asmat di dalamnya. Juga mengangkat kehidupan suku Asmat serta kepercayaan yang mereka anut.
Ada catatan kaki yang menjelaskan bahasa Papua yang digunakan.

Novel ini paket komplit. Mengajak kita untuk berpetualang, mengenal suku Asmat dan budayanya yang penuh kisah mistis. Novel ini membahas kehilangan, ketakutan, kepercayaan, keyakinan, hantu masa lalu, ketulusan, kesederhanaan, kebahagiaan, melepaskan, berdamai dengan diri sendiri, memaafkan, dan bersyukur.

Membaca novel ini kita diajak untuk lebih bersyukur dengan keadaan kita, karena sesungguhnya banyak yang jauh kurang beruntung, seperti yang dialami oleh saudara-saudara kita yang ada di Agats. Kita diajak untuk berdamai dengan masa lalu dan menyadarkan kita bahwa Tuhan tidak akan memberikan kita cobaan di luar batas kemampuan umat-Nya. Tuhan akan selalu memberikan pertolongan dengan cara yang tak dapat diduga dan memberikannya di saat kita membutuhkannya.

"Ya. Setiap perjalanan memiliki caranya sendiri untuk memperkaya kita, kurasa. Itulah sebabnya aku mencintai hidupku sekarang. Yang penuh dengan perjalanan ini." (hlm 112)

Terima kasih banyak untuk Kak Rosi Simamora atas kesempatan yang luar biasa untuk dapat membaca kisah perjalanan yang luar biasa ini.

Psst, aku dapat bocoran dari penulisnya, kalau rights novel ini sudah dibeli dan akan diangkat ke layar lebar loh. Jadi daripada penasaran, mending baca dulu kisahnya.

Negeri Para Roh, selesai! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar